Thursday, March 17, 2011

BAB XI NU DAN NKRI DALAM BAHAYA








 BAB XI  SIKAP POLITIK NU




Hal yang harus difahami, walaupun NU bukan Partai Politik, bukan berarti NU tidak memahami politik dan memerankan politik. Hal ini terlihat pada Muktamar yang ke XXX. Dimana NU dalam bidang pembangunan system politik dan kesatuan Nasional merekomendasikan; NU memandang bahwa sistem politik yang memberangus pendapat dan mengekang kebebasan berorganisasi, merupakan pelanggaran hak-hak sipil dan hak-hak politik.
Selama dua kepemimpinan Indonesia yaitu Presiden Sukarno dan Suharto, dengan kadar yang berbeda - telah terjadi pemberangusan pendapat dan pengekangan politik, sehingga selama itu tak ada kekuatan oposisi yang berarti.
Pada era reformasi pemerintah harus menghilangkan tekanan-tekanan politik dengan mewujudkan situasi bebas yang lebih luas dalam berorganisasi dan berpolitik kepada masyarakat. Walaupun belum sepenuhnya bebas, berdirinya lebih dari 100 partai politik merupakan indikator terjaminnya kebebasan berpolitik rakyat.
Di satu sisi hal itu bisa merupakan tanda terbukanya pintu-pintu penyalur aspirasi politik rakyat yang selama ini tertutup, di sisi lain hal itu bisa menjadi media petualang politik sekelompok orang untuk mencapai maksud sempit dengan cara yang tidak etis. Atas pertimbangan tersebut maka:
1
Muktamar menyerukan kepada pemerintah agar tetap mengembangkan kebebasan berpendapat dan berorganisasi bagi rakyat berdasar aspirasi politik apapun. Oleh karena itu pemerintah tidak perlu melarang keberadaan suatu organisasi politik apapun kecuali yang berideologi komunis.
2
Muktamar menyerukan kepada pemerintah dan kepada masyarakat politik untuk mebangun dan memfasilitasi berkembangnya etika dan moral politik, agar rakyat di satu sisi dapat menjamin penyaluran aspirasi politik, disisi lain mempersempit peluang bagi praktek politik tidak etis dan tidak bermoral. Cara yang perlu ditempuh antara lain adalah setiap partai politik harus mempertanggungjawabkan kinerja politiknya dan pengelolaan keuangannya kepada publik pendukungnya secara transparan.
3
Muktamar menyerukan kepada pemerintah agar tidak mengikut sertakan partai politik yang tidak memperoleh dukungan kurang dari 2% dalam pemilu mendatang.
4
Muktamar menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam membangun dan memelihara berlangsungnya kehidupan yang demokratis dan berkeadilan dengan cara ikut berpartisipasi dalam megontrol kinerja parlemen dan pemerintah secara bebas dan kronstruktif.
5
Kepada warga NU tetap dianjurkan untuk menggunakan hak politiknya secara bebas, kritis dan rasional sesuai dengan kultur dan aspirasi politiknya dengan tetap memegang prinsip-prinsip Khitthah NU tahun 1926 dan Sembilan Pedoman Berpolitik Warga NU yang diputuskan oleh Muktamar NU XXVIII di Yogyakarta serta mempertimbangkan hubungan historis antara NU dan partai yang berdirinya difasilitasi oleh PBNU.
6
Kepada seluruh pengurus NU dari tingkat ranting hingga pengurus besar diserukan agar tetap menempatkan NU sebagai organisasi social keagamaan bukan sebagai organisasi politik. Oleh karena itu NU harus selalu bersifat kritis terhadap partai manapun dan mengontrol partai yang dianggap sebagai penyalur aspirasi politik warganya. Untuk kepentingan tersebut perlu ada " komisi politik" dalam organisasi NU.
Akibat dari sentralisasi kekuasaan dan ketidak adilan dalam distribusi kekayaan antara daerah dan pusat, telah melahirkan gejala-gejala disintregasi bangsa yang sejak akhir Orde Baru hingga era Reformasi nampak semakin meruncing.
Muktamar mengkhawatirkan hal itu jika tidak segera dipecahkan akan menuju kepada perpecahan bangsa. Muktamar mendesak kepada pemerintah pusat untuk memecahkan masalah tersebut dengan daerah secara dialogis, demokratis dan adil. Sementara posisi setiap daerah dalam negara Indonesia berada dalam kedudukan yang sama, atau setiap daerah adalah istimewa karena mempunyai keistimewaannya sendirisendiri.
Oleh karena itu jika wilayah Aceh memperoleh keistimewaan dalam hal-hal tertentu, make wilayah yang lain juga harus diberi peluang untuk menyatakan keistimewaannya dalam hal-hal tertentu pula. Tetapi jika pada seat ini terdapat perlakuan pemerintah pusat terhadap Aceh berbeda dari lainnya, harus dipandang sebagai cara pusat menebus dosa-dosanya kepada Aceh pada masa-masa yang lalu.
Oleh karena itu Muktamar menghargai adanya tuntunan rakyat Aceh untuk melakukan referendum, namun Muktamar menghendaki agar Aceh tetap menjadi bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Muktamar meminta kepada pemerintah agar pelaksanaan UU No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah, memperhatikan tuntutan dan kebutuhan daerah, seperti yang dikehendaki oleh Daerah Riau dan Irian Jaya
Muktamar menyerukan kepada semua daerah propinsi di Indonesia dan kepada pemerintah pusat hendaklah setiap masalah-masalah yang menyangkut hubungan antara daerah dan pusat dipecahkan secara musyawarah dengan menggunakan pendekatan kultural, rasional dan keadilan, bukan atas dasar kekuasaan, dengan satu tujuan untuk menjadi negara kesatuan yang adil, dimana hak-hak setiap warga terjamin sehingga bagsa Indonesia dihargai oleh bangsa-bangsa dunia.
Menyadari bahwa pada akhir masa Orde Baru kepercayaan masyarakat kepada pemerintah yang rendah telah memberi pengaruh buruk kepada upaya pemulihan ekonomi masyarakat, rasa aman warga, dan kesejahteraan masyarakat, maka Muktamar xxx menyerukan kepada pemerintahan baru untuk segera memulihkan kepercayaan masyarakat melalui:
1Pelaksanaan pemerintahaan yang bersih dan bertanggung jawab dengan segala konsekuensinya dilaksanakan secara sungguh-sungguh mulai dari tingkat pusat hingga di tingkat daerah, membangun dasar-dasar moralitas kekuasaan dhlam pemerintahan dan memberi ruang bagi pelaksanaan hak kontrol masyarakat terhadap pelaksanaan pemerintahan termasuk transparansi kekayaan para pejabat dari tingkat pusat hingga daerah.
2Segera menerapkan pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No.22 dan 25 tahun 1999 dan untuk selanjutnya penekanan otonomi daerah pada wilayah Daerah Tingkat I. Bersamaan dengan pelaksanaan otonomi daerah, juga perlu diperhatikan berlangsungnya penguatan peran kontrol DPRD kepada penyelenggaraan pemerintah daerah dan kontrol masyarakat/rakyat terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan kinerja para wakilnya.
3
Mendesak kepada pemerintah tetap melaksanakan pemekaran propinsi Irian Jaya menjadi 3 propinsi, tetapi oleh karena situasi dan kondisi daerah belum memungkinkan, maka pelaksanaan tersebut perlu ditangguhkan untuk sementara.
4
Mempertegas pembedaan tugas, tanggung jawwab dan wewenang masing-masing unsur negara yaitu legislatif, yudikatif, dan eksekutif dan menjamin kebebasan masing-masing unsur menjalankan tanggungjawabnya bebas dari campur tangan kekuasaan.
5
Menyerukan kepada lembaga legislatif untuk menjalankan fungsi kontrol kepada pemerintah secara bersungguh-sungguh, menerima aspirasi rakyat yang diwakilinya melalui cara "open door" bagi rakyat yang ingin mengadukan aspirasinya, dan Iebih berpihak kepada kepentingan rakyat dari pada kepentingan pemerintah.
6
Hendaklah unsur, yudikatif dengan teguh melaksanakan dan mengembangkan fungsinya secara mandiri dengan teguh memegah prinsip-prinsip. keadilan.
7
Mengembalikan fungsi TNI/Polri sebagai pelaksana dan penjaga keamanan negara terhadap serangan pihak luar dan sesegera mungkin menghapus Dwi Fungsi TNI/Polri dalam system pemerintahan Indonesia.
Seruan NU kepada pemerintah akan terus dikumandangkan, NU tidak akan bosan-bosan mempengaruhi sitem pemerintahan, sehingga diharapkan pada gilirannya tercipta pemerintahan yang bersih dan berwibawa, dapat memenuhi harapan rakyat sebagaimana yang dicita-citakan.( Lampiran Keputusan Muktamar XXX NU Nomor: 004/MNU-30/11/1999 NU Online)
NU sejak awal berdirinya dikenal sebagai sebuah organisasi tradisional. Tapi, dinamika internal organisasi ini malah lebih progresif dibanding organisasi-organisasi masa Islam yang dikenal berwatak modernis. Kecenderungan ini tertjadi karena adanya kekuatan penggerak dari dalam NU sendiri. Sikap progresif dimulai semenja NU berdiri dan berkembang ke generasi di bawahnya. Loncatan yang paling menonjol dalam bidang politik dimasa kepemimpinan GUS DUR.
Kecenderungan seperti itu menunjukkan bahwa NU melakukan gerakan sosial (social movement). Dikatakan demikian karena upaya-upaya yang dilakukan NU di bawah Gus Dur dengan kekuatan dukungannya dari generasi baru, sudah memenuhi syarat sebagai gerakan sosial.
Sesuai dengan khithoh yang telah ditetapkan, PBNU tetap konsisten untuk menghindarkan diri dari politik yang bersifat praktis. Demikian penegasan Ketua Umum PBNU dalam acara silaturrahmi nasional antar warga NU di Hotel Sari Pan Pasific (13/04/2003) yang banyak dihadiri oleh para politisi dari berbagai partai politik, baik PKB, PPP, Golkar, PDI Perjuangan ataupun dari partai lainnya. “Untuk urusan politik praktis, NU tidak akan turut campur” ungkap KH Hasyim Muzadi. “Namun demikian, NU tidak dapat terhindar sama sekali dari urusan politik. Politik NU merupakan politik yang bersifat konseptual” tambahnya.
Hasyim menegaskan, sekarang PBNU lebih fokus pada ketenangan umat ketimbang harus mengurusi Partai Politik. Soalnya, PBNU memiliki tanggung jawab moral terhadap warga NU. Langkah ini juga ditempuh untuk meredam gejolak yang mungkin timbul akibat adanya gonjang-ganjing politik  tersebut. Kondisi ini seringkali menimbulkan konflik antar warga NU dan energi mereka tercurahkan pada hal-hal yang kurang produktif sedangkan urusan pengembangan keagamaan yang menjadi fokus NU menjadi terbengkalai.
Untuk mengatasi masalah ini, salah satu usaha yang akan dilakukan adalah pembentukan komisi politik dalam struktur organisasi NU. Komisi inilah yang nanti akan berusaha menyelesaikan berbagai permasalahan warga nahdliyyin berkaitan dengan politik, sebab saat ini masalah politik menarik perhatian sangat besar warga NU, dari tingkat pusat sampai dengan ranting. “ Syuriah di kecamatanpun sekarang jadi rebutan karena dapat menjadi akses untuk menjadi anggota DPRD “ kata salah satu ketua PBNU. Komisi ini belum dibentuk, walaupun sudah ada mandat dalam muktamar NU ke-30 di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin Lirboyo Kediri, tetapi untuk sementara masalah komisi politik ditugaskan ke Drs H. Ahmad Bagja, salah satu ketua NU yang mumpuni dalam masalah politik. Sedangkan di PCNU Karawang, tugas ini diserahkan kepada Drs.H.M. Solihin Wakil ketua sembilan bidang politik dan pengembangan Organisasi.
Usaha lain untuk mengurangi konflik ini adalah akan dibentuknya etika politik NU. Dengan etika politik, hubungan antar berbagai organisasi politik yang banyak diikuti oleh warga NU atau warga NU yang aktif dalam organisasi politik tertentu dapat diatur untuk menghindari konflik kepentingan dengan NU. Sebenarnya dalam organisasi NU, sudah terdapat aturan pelarangan perangkapan jabatan untuk menjadi pengurus harian partai politik tertentu, guna menghindari konflik. Kalau kita perhatikan secara seksama, bunyi khittah Nahdlatul Ulama, nampak jelas, bahwa NU bukan partai politik dan tidak terkait dengan partai politik manapun. Sebagai organisasi kemasyarakatan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari keseluruhan bangsa Indonesia, Nahdlatul Ulama senantiasa menyatakan diri dengan perjuangan bangsa Indonesia. Nahdlatul Ulama secara sadar mengambil posisi yang aktif dalam proses perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan, serta ikut aktif dalam penyusunan UUD 1945 dan perumusan Panca Sila sebagai dasar negara.
Keberadaan Nahdlatul Ulama yang senantiasa menyatukan diri dengan perjuangan  bangsa, menempatkan Nahdlatul Ulama dan segenap warganya untuk senantiasa aktif mengambil bagian dalam pembangunan  bangsa menuju masyarakat yang adil  dan makmur yang diridlai Allah subhanahu wata’ala. Karenanya setiap warga Nahdlatul Ulama harus menjadi warga negara yang senantiasa menjungjung tinggi pancasila dan UUD 1945.
Sebagai organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama menempatkan bagian tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa berusaha memegang teguh prinsip persaudaraan (al-ukhuwah) toleransi (al-tasamuh) kebersamaan dan hidup berdampingan baik dengan sesama umat Islam, maupun dengan sesama warga negara yang mempunyai keyakinan/agama lain untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis.
Sebagai organisasi yang mempunyai fungsi pendidikan Nahdlatul Ulama senantiasa berusaha secara sadar untuk menciptakan warga-warga yang menyadari hak dan kewajiban terhadap bangsa dan negara. Setiap warga Nahdlatul Ulama adalah warga negara yang mempunyai hak-hak politiknya harus dilakukan secara bertanggung jawab sehingga dengan demikian dapat ditumbuhkan sikap hidup yang demokrasi, konstitusional, taat hukum dan mampu mengembangkan mekanisme musyawarah dan mufakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi bersama.Nanun baik NU secara organisatoris maupun NU secara warga NU memegang peran aktif dalam politik.
Nahdlatul Ulama memandang politik sebagai pemahaman terhadap ketata negaraan, sehingga politik dipahami sebagai partisipasi aktif membangun system ketata negaraan yang sesuai dengan cita-cita perjuangan Bangsa Indonesia. Konsistensi Politik NU dipertegas dengan hasil-hasil Muktamar Nahdlatul Ulama yang ke XXX dalam hal system politik dan kesatuan Nasional. Sebagainama yang telah penulis paparkan diatas.Penegasan NU dalam bidang politik, karena NU sadar persis pada kondisi yang ada, sebagaimana kita tahu sudah tiga presiden  saling berganti paska dilengserkannya Soeharto. Namun tidak ada satu pun  yang berhasil meletakkan dasar-dasar politik yang  memperjelas arah mengenai bentuk sistem politik dan pemerintahan Indonesia yang sesuai dengan tujuan pembentukan negara ini, yakni menjamin keamanan dan kesejahteraan rakyat, mencerdaskan bangsa dan ikut menciptakan perdamaian dunia.
Hal ini terjadi, terutama, karena yang terjadi di pentas politik kenegaraan dalam empat atau lima tahun terakhir ini tak kurang tak lebih dari pertarungan kekuasaan dan perebutan akses pada kepentingan-kepentingan jangka pendek. Terutama kepada sumber-sumber  ekonomi, yang setelah tumbangnya Orde Baru, semakin tertumpuk di lembaga-lembaga pemerintah sebagai salah satu sumber dana untuk mendukung kegiatan partai. Apa yang dilakukan, terutama mereka yang kini memegang kekuasaan, adalah mempertahankannya mati-matian yang semata-mata untuk kekuasaan itu sendiri; sementara mereka yang menjadi  lawannya mencoba mengganggunya dengan tujuan - semata-mata - untuk memperoleh keuntungan-keuntungan politik dan ekonomi. Dengan sendirinya  persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi bangsa ini, krisis multidimensi yang berakar pada krisis  kelembagaan politik, social dan ekonomi; masalah penegakan hukum, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme karenanya amat memprihatinkan.



No comments:

Post a Comment