Nahdlatul Ulama sebagai sebuah organisasi Islam, dalam menjalankan roda organisasinya selalu dan senantiasa berpegang teguh kepada Syariat Islam, hal ini terlihat jelas dalam Anggaran Dasar NU
BAB II tentang AQIDAH / ASAS
Pasal 3
"Nahdlatul Ulama sebagai Jam’iyyah diniyyah Islamiyyah beraqidah / berasas Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah dan menganut salah satu mazdhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara NAHDLATUL ULAMA berpedoman kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yng adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia".
Sebagai sebuah asas, Islam harus menjadi ruh organisasi NU dalam menjalankan aktifitasnya, sehingga dalam berbagai bentuk program, gerakan dan aplikasinya, tidak boleh satupun yang bertentangan dengan syareat Islam.
Bagi NU dalam menegakkan syareat Islam bukan dengan cara memerangi orang kafir, atau membid'ahkan sesama muslim, apalagi menghukumi kafir orang muslim yang berbeda kepercayaan, atau menghalalkan darah dan jiwa sesame muslim.
Bagi NU menegakkan syari'at Islam tidak harus membuat Negara Islam, sebab dalam hukum tata Negara manapun belum ada rumusan Negara Islam, yang ada hanyalah pemerintahan yang menjalankan syareat Islam. Maka bagi NU jika ingin menegakkan syareat Islam cukup dengan membuat pemerintahan yang baik dan bersih (good gaverman and Clien Gaverman) serta dengan membuat produk perundang-undangan yang bernapaskan Islam, karena produk undang-undang inilah yang akan dijalankan pemerintah sebagai regulator dalam berbangsa dan bernegara. Bagi NU penegkan syareat Islam bisa ditegakan dengan pemerintahan yang Islami tanpa harus merubah dasar Negara Pancasila.
NU tidak menghendaki terjadinya perang saudara karena memaksakan keyakinan, tidak menghendaki terjadinya pembantaian umat manusia dengan berkedok agama, karena itu semua hanya akan menodai kesucian agama Islam.
Islam adalah agama suci, rohmatan lil alamin, menjungjung tinggi persaudaraan, menghargai keberagaman, cinta damai dan jauh dari kekerasan.
Sebagai organisasi yang berasaskan Islam Ahlussunah Wal Jama'ah, NU menjungjung tinggi kebebasan bermadzhab, keberagaman beragama, menghargai perbedaan keyakinan, adapt istiadat dan budaya.
Bagi NU, orang NU bisa masuk surga dengan Fadhol Allah dan dengan kesalehan amalnya, tanpa harus membunuh atau memrangi orang yang berbeda keyakian dan kepercayaan, tanpa harus mengkafirkan orang muslim yang tidak sealiran, tanpa harus membid'ahkan pekerjaan orang lain karena perbedaan madzhab.
Maka dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya serukan kepada kaum muslim diseluruh pelosok dunia, jika anda ingin masuk surga tanpa harus membunuh orang kafir, tanpa harus mengkafirkan orang muslim, tanpa harus membid'ahkan orang muslim, tanpa harus mencacimaki orang muslim yang berbeda tata cara ibadahnya, silahkan kenali NU, miliki NU dan cintai NU, dan masuklah menjadi warga NU, Insya Allah dengan Fadhol Allah dan kesalehan amal kita "Daholal Janah"
Sebagaimana yang telah diurai diatas, bahwa NU cinta damai dan anti kekerasan, maka dalam berda'wah NU berpegang kepada Firman Allah surat An-Nahl 125.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ (125)
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Dengan demikian NU memandang, bahwa untuk mengajak orang untuk berbuat bajik, berlaku adil dan berpegang teguh kepada agama Allah tidak harus dengan kekerasan, tidak harus membid'ahkan apalagi mengkafirkan saudara kita sendiri, kareana tidak ada kewajiaban bagi kita untuk memberi hidayah. " Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya".(Al-Baqarah 272). Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.(Al-An'am 125).
Disamping itu tidak ada kewajiaban bagi kita untuk memaksa orang lain mempunyai keyakinan yang sama dengan keyakinan yang kita yakini, sebagaimana Firman Allah "Tidak ada paksaan untuk (menganut) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(Al-Baqarah 256)
Bagi NU, mengajak kejalan Tuhan (berda'wah) dengan hikmah dan maoidoh hasanah intinya adalah mengajak dengan menggunakan metoda pendekatan yang mudah diterima oleh orang yang diajaknya. Metoda da'wah seperti ini telah dijalankan oleh auliya Allah dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia, dan ini terbukti ampuh sehingga penduduk Indonesia mayoritas pemeluk agama Islam dan menjadi komunitas Islam terbesar didunia.
Metoda da'wah melalui pendekatan budaya lokal, ternyata lebih mudah diterima oleh masyarakat kita, maka tidak ada alasan bagi NU untuk mengubah atau mengganti metoda da'wah tersebut. Da'wah yang dilakukan oleh auliya Allah melalui pendirian pondok pesantren, pengajian di majlis ta'lim, disurau-surau/langgar, pendirian sekolah agama (madrasah diniyah), Tahlilan, semaan Al-Qur'an, tadarusan, solawatan, marhabaan (cukur rambut), lailatul ijtima, batsul masail diniyah, peringatan Isra mi'raj, Nujulul Qur'an, Maulid Nabi dan sebagainya merupakan sarana (media) untuk berda'wah bagi Nahdlatul Ulama.
Seiring dengan perkembangan zaman, seruan NU kepada umat, bukan hanya sebatas pada hal-hal yang bersifat ritual keagamaan, lebih jauh, NU lewat program kerjanya, mengajak warganya untuk memelihara dan menjaga lingkungan dari kerusakan, menganjurkan hidup sehat, mengajak masyarat untuk saling tolong menolong, bahu membahu dalam menyelesaikan masalah keumatan, membuat program-program pengembangan ekonomi kerakyatan, program pendidikan gratis (bea siswa), program perbaikan giji keluarga, program kepemudaan dan sebagainya.
Kesemuanya program tersebut dimaksudkan untuk da'wah, dan ditujukan agar masyarakat NU (warga Nahdiyin) pada khususnya dan umat Islam pada umumnya, mendapatkan fi dunya hasanah, wafil akhiroti hasanah waqina ajabannar.
Sebagai catatan, berdirinya NU yang menandai kebangkitan kaum tradisionalis sebenarnya tidak saja menawarkan sebuah gerakan pemikiran keagamaan yang dibawa para ulama pesantren belaka, melainkan juga disertai oleh gelombang kebangkitan kelompok pengusahanya di bidang ekonomi. Kalau barisan ulamanya bertanggungjawab mengendalikan kemudi kepemimpinan yang menyangkut perumusan kebijakan-kebijakan organisasi di bidang keagamaan, termasuk yang berdimensi sosial-politik, maka kalangan pengusaha yang ada di dalanmya bekerja keras sesuai dengan keahlian yang dimiliki untuk ikut berperan aktif membesarkan organisasi melalui dana yang disumbangkan serta aktivitas bisnis yang dijalankan.
Menariknya, mereka yang termasuk dalam kelompok pengusaha NU waktu itu relatif terorganisir dalam sebuah jaringan kerja yang rapi, sehingga dapat menjadi kekuatan ekonomi yang besar dan siap menanggung sebagian biaya operasional atau modal pengembangan organisasi di masa‑masa awal pasca kemerdekaan.
Selain itu, kesuksesan bisnis yang mereka capai tak dapat dipungkiri menjadi simbol kebanggaan warga NU secara keseluruhan yang sebelumnya terlanjur diolok‑olok sebagai kaum sarungan dengan berbagai atribut berkonotasi negatif ataupun bersifat inferior yang dilekatkan seperti "kampungan", dekil, jorok, terbelakang, dan lain sebagainya.
Pendek kata, kondisi ekonomi organisasi NU kala itu tidak berbeda jauh dengan ormas‑ormas besar pada umumnya. Memang diakui belakangan, dalam hal pengelolaan ekonomi, NU jauh ketinggalan oleh organisasi Islam modern lainnya. Tapi bukan berarti NU tidak melakukan da'wah dibidang ekonomi.
Pembuatan program da'wah yang disesuaikan dengan situasi, kondisi dan perkembangan zaman, tidak berarti NU meninggalkan tradisi lama yang baik, sebab bagi NU prinsif "Almuhafadzotu ala qodimi soleh, wal akhdho bi jadidil aslah" (memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik) adalah kaidah usuliyah yang mutlak adanya.
Memang harus disadari, segala sesuatu itu ada konsekwensinya, Pola da'wah NU yang menggunakan pendekatan da'wah yang mempertahankan tradisi lama (tradisi para wali), sering kali mendapat cemoohan dan ejekan kaum modernis Islam, bahkan ada yang tega mengatakan tradisi tersebut sebagai perbuatan bid'ah. Tapi itu tidak masalah, karena kita berda'wah, beribadah dan berikhtiar bukan kerena mereka (Islam modernis) tetapi karena Allah SWT.
Namun Sebagai catatan kepada kelompok-kelompok diluar NU, janganlah melakukan hal yang akan memancing warga NU marah, seperti membid'ahkan pekerjaan atau amalan yang diyakini kebenarannya oleh Nahdiyin. Insya Allah anda akan masuk surga tanpa harus mencacimaki pekerjaan orang lain, tanpa harus membid'ahkan pekerjaan-pekerjaan yang dikerjakan oleh orang lain. Ingatkebenran bukan milik NU, bukan milik Muhamadiyah, bukan milik PERSIS, bukan milik Al-Irsad atau yang lainnya, kebenaran milik Allah, Tuhan kami dan Tuhan kita semua. Dialah Allah sebagai Ahkamul Hakimin, Firman Allah:
أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا وَهُوَ الَّذِي أَنْزَلَ إِلَيْكُمُ الْكِتَابَ مُفَصَّلًا وَالَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْلَمُونَ أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (الأنعام:114) وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ وَاصْبِرْ حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ(يونس:109) وَنَادَى نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ(هود:45) أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ(التين:8)
Kita tidak usah diantara kita saling menghakimi, saling memponis, jangan merasa benar sendiri, jangan merasa hanya kelompok kita yang akan masuk surga sementara kelompok lain ahli neraka, itu sifat sombong yang dibenci Allah. Firman Allah:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا (النساء: 36) لَا جَرَمَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا يُسِرُّونَ وَمَا يُعْلِنُونَ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ(النحل:23)
Sebagai sesame pencari kebenaran, berlomba-lombalah dalam kebajikan, Insya Allak kita masuk surga jikalau kalau yang punya surga berkenan.
| ||||||||||||||||||||
Thursday, March 17, 2011
BAB V NU DISIGN MAKER POLITIK
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment